Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPdt yang sangat penting dalam Hukum Perdata adalah :
1. Asas kebebasan berkontrak,
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat
mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang,
maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah
tertulis atau lisan.
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah
adanya paham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani,
yang diteruskan oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman
renaissance melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes,
John Locke dan J.J. Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap
orang bebas untuk memperoleh apa saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam “kebebasan
berkontrak”. Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand
akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama
sekali tidak boleh mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan
kuat ekonomi untuk menguasai golongan lemah ekonomi.Pihak yang kuat menentukan
kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti
yang diungkap dalam exploitation de homme par l’homme.
2. Asas Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat
(1) KUHPdt. Pada pasal tersebut
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata
kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan
kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian
antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan
hukum Jerman. Didalam hukum Jerman
tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan
perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah
suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa
akta otentik maupun akta bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis
literis dan contractus innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi
bentuk yang telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan
dengan bentuk perjanjian.
3. Asas Kepercayaan,
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang
yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan
diantara mereka dibelakang hari.
4. Asas Kekuatan Mengikat,
Asas kekuatan mengi kat ini adalah asas yang menyatakan
bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para fihak yang mengikatkan diri pada
perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat ke dalam
Pasal 1340 KUHPdt berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara
pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian,
ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana dalam Pasal 1317 KUHPdt yang
menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga,
bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian
kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.”
Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan
perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat
yang ditentukan. Sedangkan di dalam
Pasal 1318 KUHPdt, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri,
melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang
memperoleh hak daripadanya.
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPdt
mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318
KUHPdt untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang
memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPdt
mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPdt memiliki ruang
lingkup yang luas.
5. Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum
yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6. Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah
pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik.
7. Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta
sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.Asas
pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam
Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt.Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa
terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya
dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan
oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur
keagamaan. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum,
yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan
formalitas lainnya. Sedangkan istilah
nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
8. Asas Moral,
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan
perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan
menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada
yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada
kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
9. Asas Perlindungan,
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur
dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak
debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah. Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak
dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
10. Asas Kepatutan,
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh
kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
11. Asas Kepribadian (Personality),
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPdt.
Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak
dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti
ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang
tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
12. Asas Itikad Baik (Good Faith),
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt
yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad
baik nisbi (relative) dan itikad baik mutlak.
Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan
tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak
pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai
keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
Selain asas tersebut diatas terdapat pula Asas Hukum Perdata
Eropa Tentang Orang yaitu:
1. Asas yang melindungi hak asasi
manusia, jangan sampai terjadi pembatasan atau pengurangan hak asasi
manusia karena Undang-undang atau keputusan hakim. (Pasal 1 dan pasal 3 KUHPdt).
2. Asas setiap orang harus mempunyai
nama dan tempat kediaman hukum (domisili), tiap orang yang mempunyai hak
dan kewajiban mempunyai identitas yang sedapat mungkin berlainan satu dengan
lainnya (Pasal 5a dan Bagian 3 Bab 2 Buku I KUHPdt).
Pentingnya Domisili :
a. Dimana orang harus menikah
b. Dimana orang harus dipanggil oleh
pengadilan
c. Pengadilan mana yang
berwenang terhadap seseorang, dsb
3. Asas Perlindungan kepada Orang yang
tak lengkap, orang yang dinyatakan oleh hukum tidak mampu melakukan
perbuatan hukum mendapat perlindungan bila ingin melakukan perbuatan hukum
(Pasal 1330 KUHPdt), contoh :
a. Orang yang belum dewasa diwakili oleh
walinya baik itu orang tua kandung atau wali yang ditnjuk oleh hakim atau surat
wasiat.
b. Mereka yang diletakkan dibawah
pengampuan, bila mereka hendak melakukan perbuatan hukum diwakili oleh seorang
pengampu (Curator)
c. Wanita yang bersuami bila hendak
melakukan perbuatan hukum harus didampingi suaminya.
4. Asas monogami dalam hukum perkawinan barat, bagi laki-laki hanya boleh mengambil
seorang wanita sebagai istri dan wanita hanya boleh mengambil seorang laki-laki
sebagai suaminya(Pasal 27 KUHPdt). Dalam Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 3 ayat 2 pengadilan diperbolehkan memberi ijin seorang suami
untuk beristri lebih dari satu bila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Asas bahwa suami dinyatakan sebagai
kepala keluarga, ia betugas memimpin dan mengurusi kekayaan keluarga
(Pasal105 KUHPdt).
Selain dalam hukum orang (persoonen recht) dalam
Hukum Benda (Zaakenen Rescht) yaitu keseluruhan kaidah hukum yang
mengatur apa yang diartikan dengan benda dan mengatur hak atas benda. Asasnya
adalah asas yang membagi benda atau barang ke dalam benda bergerak dan benda
tetap.
Asas Hukum Tentang Benda :
1. Asas yang membagi hak manusia kedalam hak
kebendaan dan hak perorangan.
Hak Kebendaan, adalah hak untuk menguasai secara langsung
suatu kebendaan dan kekuasaan tersebut dan dapat dipertahankan terhadap setiap
orang (hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan).
Hak Perorangan, adalah hak seseorang untuk menuntut suatu
tagihan kepada seseorang tertentu. Dalam hal ini hanya orang ini saja yang
harus mengakui hak orang tersebut.
2. Asas hak milik itu adalah suatu
fungsi sosial.
Asas ini mempunyai arti bahwa orang tidak dibenarkan untuk
membiarkan atau menggunakan hak miliknya secara merugikan orang atau
masyarakat. Jika merugikan akan dituntut berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt.
Hukum Benda yang mengatur tentang tanah telah dicabut dan
diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960 No 5. Namun aturan tentang Hipotik masih
diatur dalam Hukum Benda. Hukum Benda ini sifatnya tertutup, jadi tidak ada
peraturan lain yang berkaitan dengan benda selain yang diatur oleh
Undang-undang.
Asas-asas Umum Hak Kebendaan
Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H[2].
dalam bukunya “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional” menjelaskan ada 10 asas
umum yang sifatnya relative konkrit yang ada dalam bidang tertentu, yaitu:
- Asas system tertutup, artinya bahwa hak-hak atas benda bersifat limitative, terbatas hanya pada yang diatur undang-undang. Di luar itu dengan perjanjian tidak diperkenankan menciptakan hak-hak yang baru.
- Asas hak mengikuti benda/zaaksgevolg, droit de suite, yaitu hak kebendaan selalu mengikuti bendanya di mana dan dalam tangan siapapun benda itu berada.
Asas ini berasal dari hukum romawi yang membedakan hukum harta
kekayaan (vermogensrecht) dalam hak kebendaan (zaakkelijkrecht)
dan hak perseorangan (persoonlijkrecht).
- Asas publisitas, yaitu dengan adanya publisitas (openbaarheid) adalah pengumuman kepada masyarakat mengenai status pemilikan.
Pengumuman hak atas benda tetap/tanah terjadi melalui pendaftaran
dalam buku tanah/register yang disediakan untuk itu sedangkan pengumuman benda
bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu.
- Asas spesialitas, Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara individual harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Asas ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas benda tetap.
- Asas totalitas, Hak pemilikan hanya dapat diletakan terhadap obyeknya secara totalitas dengan perkataan lain hak itu tidak dapat diletakan hanya untuk bagian-bagian benda.
Misalnya: Pemilik sebuah bangunan dengan sendirinya adalah pemilik
kosen, jendela, pintu dan jendela bangunan tersebut. Tidak mungkin
bagian-bagian tersebut kepunyaan orang lain.
- Asas accessie/asas pelekatan, Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat menjadi satu dengan benda pokok seperti hubungan antara bangunan dengan genteng, kosen, pintu dan jendela
Asas ini menyelesaikan masalah status dari benda pelengkap (accessoir)
yang melekat pada benda pokok (principal). Menurut asas ini pemilik benda pokok dengan sendirinya
merupakan pemilik dari benda pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum
benda pelengkap mengikuti status hukum benda pokok. Benda pelengkap itu terdiri
dari bagian (bestanddeed) benda tambahan (bijzaak) dan benda
penolong (hulpzaak).
- Asas pemisahan horizontal, KUHPdt menganut asas pelekatan sedang UUPA menganut asas horizontal yang diambil alih dari hukum Adat. Jual beli hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang terdapat di atasnya. Jika bangunan dan tanaman akan mengikuti jual beli hak atas tanah harus dinyatakan secara tegas dalam akta jual beli.
Pemerintah menganut asas vertical untuk tanah yang sudah
memiliki sertifikat untuk tanah yang belum bersertifikat menganut asas
horizontal (Surat menteri pertanahan/agraria tanggal 8 Februari 1964
Undang-Undang No.91/14 jo S.Dep. Agraria tanggal 10 desember 1966
No.DPH/364/43/66.
- Asas dapat diserahkan, Hak pemilikan mengandung wewenang untuk menyerahkan benda. Untuk membahas tentang penyerahan sesuatu benda kita harus mengetahui dulu tentang macam-macam benda karena ada bermacam-macam benda yang kita kenal seperti tidak dijelaskan pada Bab sebelumnya. Cara-cara penyerahan secara mendalam akan dibahas dalam Bab selanjutnya.
- Asas perlindungan, Asas ini dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu perlindungan untuk golongan ekonomi lemah dan kepada pihak yang beritikad baik (to goeder trouw) walaupun pihak yang menyerahkannya tidak wenang berhak (beschikkingsonbevoegd). Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1977 KUHPdt.
- Asas absolute (hukum pemaksa), Menurut asas ini hak kebendaan itu wajib dihormati atau ditaati oleh setiap orang yang berbeda dengan hak relative.
Asas asas hukum Tentang Perikatan yaitu :
1. Undang-undang bagi mereka yang membuatnya (pacta
sun servanda ).
2. Asas kebebasan dalam membuat perjanjian atau
persetujuan.
3. Asas bahwa persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikat baik.
4. Asas bahwa semua harta kekayaan
seseorang menjadi jaminan atau tanggungan semua hutang-hutangnya.
5. Asas Actio Pauliana yaitu aksi yang
dilakukan oleh seorang kreditur untuk membatalkan semua perjanjian yang dibuat
oleh debiturnya dengan itikat buruk dengan pihak ketiga, dengan pengetahuan
bahwa ia merugikan krediturnya. Pembatalan perjanjian harus dilakukan oleh
hakim atas permohonan kreditur (Pasal 1341 KUHPdt).
Asas ini memberi peringatan kepada seorang debitur bahwa ia akan
dikenakan sanksi penuntutan, bila ia mengurangi harta kekayaan miliknya, dengan
tujuan untuk menghindari penyitaan dari pengadilan.
3 komentar
Official and trusted online bookies site in Indonesia that provides various types of online gambling games http://bkk.tips/forums/users/988slotonline/
After going over a number of the blog posts on your site, I truly like your technique of blogging I added it to my bookmark site list and will be checking back in the near future Please visit my web site as well and let me know your opinion http://thefullmonty.net/community/profile/situs988poker/
Hanya menggunakan 1 akun id yang anda daftar sudah dapat menikmati semua permainain yang kami miliki. Yang sangat amat lengkap seperti : Poker, Ceme, Domino QQ, BlackJack, Sakong, capsa susun, Bandar ceme kelilinig, Omaha, Super10 dan Superbull http://www.fourdoorbronco.com/board/member.php?3906-blankcorp
Posting Komentar