ISLAM BICARA SOAL JODOH
Oleh: Mamang M. Haerudin (Kompasiana)
Di
awal, saya ingin membenarkan sekaligus membuktikan bahwa manusia adalah
makhluk yang dianugerahi rasa cinta. Sebab, cinta itu adalah fitrah.
Oleh karena ia fitrah, maka rasa cinta pasti akan menghinggapi siapapun
itu orangnya. Bahkan para ulama pun (terutama ulama sufi) bisa dibuat
mabuk kepayang lantaran rasa cintanya yang begitu akut, meskipun
cintanya berlabuh kepada Allah. Namun demikian, yang harus menjadi
perhatian adalah bagaimana kita dapat mengelola rasa cinta itu dengan
baik dan terarah. Jelas, hal ini menjadi penting agar cinta yang
bersemai di dalam diri kita tidak malah membawa petaka. Maka di sini,
saya akan mencoba menggali khazanah tentang sejauh mana Islam
membicarakan soal cinta dan jodoh.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, jodoh diartikan sebagai: orang yang cocok
menjadi suami atau istri; pasangan hidup; dan imbangan.
Dalam al-Qur’an
disebutkan: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian sendiri, supaya
kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS
Ar-Rum [30] : 21). Dalam ayat ini, secara eksplisit Allah Swt hanya
menciptakan manusia berpasang-pasangan dengan; memperkenankan laki-laki
mencari jodoh perempuannya atau sebaliknya. Karenanya, akan sulit dicari
tentang dalil yang secara jelas menunjukkan perkenan Allah tentang
pacaran.
Saya
sendiri merasa kesulitan untuk kemudian mendefinisikan arti pacaran.
Hal ini disebabkan, bisa jadi karena orang akan mendefinisikan pacaran
dengan beragam sesuai kemauan dan kepentingannya masing-masing. Meskipun
begitu, saya akan mencoba menginventarisir indikasi-indikasi yang
kemudian bisa mengantarkan seseorang dianggap pacaran. Menurut saya,
pacaran dengan definisnya yang sederhana, yakni, jalinan (hubungan)
antara laki-laki dan perempuan atas kehendak suka sama suka dan cinta,
untuk mengikatkan satu sama lain tentang arti kesetiaan dan kasih
sayang. Lepas dari itu, khalayak boleh saja kurang setuju atau tidak
sekali terhadap ikhtiar saya dalam mendefinisikan arti pacaran.
Dan
sungguh, di saat yang sama, saya sangat kesulitan mendapatkan satu
jalinan cinta (pacaran) yang dilakukan secara sehat dan sesuai dengan
tuntunan Islam. Misalnya, pacaran yang tidak dngan sering smsan, tidak
sering telpon-telponan, tidak pegang-pegangan tangan, tidak sering
bertemu, tidak sering jalan berdua, tidak sering mojok berdua, dan lain sebagainya. Karena yang ada adalah sebaliknya; atau bahkan hingga melakukan hal yang tidak dibenarkan Islam; zina (seks bebas). Naudzubillah.
Saya
sendiri memang—sama sekali—belum pernah berpacaran, akan tetapi
setidaknya saya bisa mengetahuinya lewat cerita-cerita seorang tentang
pengalaman seseorang ketika ia berpacaran, atau kadang saya melihat
dengan kepala mata sendiri, satu adegan, dimana dua sejoli sedang
bercengkarama dimabuk asmara, penuh tabur tawa dan canda, bahkan—yang
paling ironis—beberapa kali melihat sepasang kekasih muda bermesraan,
berpelukan, bahkan (maaf) berciuman di warung internet (warnet) tanpa
malu sedikitpun. Sungguh, hal demikian seperti sudah membudaya. Budaya
yang tidak sehat dan membahayakan masa depan generasi muda. Padahal,
memandang perempuan (atau sebaliknya) dengan syahwat saja tidak
diperkenankan. “Katakanlah kepada orang laki-laki
yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS An Nuur, [24] :30). Dan juga “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa, [17]: 32)
Di
luar perilaku biadab di atas, ada juga orang yang—seakan-akan—sulit
mendapatkan jodoh, lantaran jodoh yang ditunggu-tunggunya tak kunjung
datang. Ia sudah berdo’a dan beriktiar sekuat tenaga untuk mengelola
rasa cinta dan hawa nafsu agar baik dan terarah. Ia sudah menghindari
untuk tidak bergaul dengan sembarang teman. Ia tidak mengikuti budaya
pacaran tidak sehat. Ia sudah mencari saran ke banyak orang. Namun satu
kesimpulan, sang jodoh belum juga datang menghampirinya. Mendapati itu,
ketahuilah jika hal ini lebih baik ketimbang kasus di atas, jika kita
bandingkan. Dan, tetaplah bersabar, karena Allah bersama orang yang
bersabar.
Maka
muncullah beberapa pertanyaan; Bagaimana cara mencari jodoh yang sesuai
dengan tuntunan Islam? Bagaimana cara mengetahui jodoh yang baik untuk
kita? Bagaimana cara agar kita tidak terjebak pada zina dan seks bebas?
Bagaimana cara kita agar dapat mengelola cinta dan hawa nafsu, sehingga
baik dan terarah? Dan mungkin masih banyak pertanyaan lainnya yang
serupa.
Sahabat-sahabat
saya yang terpuji akhlak dan hatinya. Ingat bahwa jodoh ada ditangan
Allah Swt, meskipun memang bukan untuk menjadikan kita berpangku tangan
dan tidak berikhtiar untuk menjemputnya, sebab mana mungkin jodoh kita
itu akan berada digenggaman tangan, tanpa diikhtiarkan oleh kita.
Karenannya, di bawah ini, ada beberapa ikhtiar yang bisa dilakukan di
antaranya sebagai berikut;
Pertama, berdo’a. sebagaimana tertera dalam (QS.Al-Furqon [25]: 74): “Ya
Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa”. Ya, teruslah berdo’a tanpa lelah. Boleh
jadi keluhanmu atas do’a dan ikhtiar yang hingga sekarang belum
mewujud, bukan hal mustahil jika jodoh itu akan datang besok hari.
Kedua, teruslah
berbuat baik. Beberapa di antaranya, bermurah senyum, bertutur lembut,
bersedekah, menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua,
dan masih banyak lagi. Ingat karena, “Wanita-wanita yang keji adalah
untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita
yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang
dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki
yang mulia (surga).” (QS. An-Nur [24] : 26).
Ketiga, meng-istiqamah-kan shalat istikharah. Dan, istiqamah-kan pula do’anya: ““Ya
Allah, dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu pilihan terbaik bagiku.
Dengan takdir-Mu, aku memohon kepada-Mu kemampuan dan kekuatan. Aku juga
memohon anugerah-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau yang Mahakuasa, dan
aku tidaklah berdaya. Engkau yang Mahatahu, semetara aku tidak tahu.
Engkau Maha Mengetahui segala yang gaib. Ya Allah, jika Engkau telah
mengetahui bahwa perkara ini baik bagi diriku, agamaku, kehidupanku, dan
pada akhir urusan di dunia maupun di akhirat, takdirkanlah perkara ini
untukku. Mudahkanlah, kemudian berkahilah diriku dalam perkara ini. Jika
Engkau telah mengetahui bahwa perkara ini buruk bagiku, agamaku,
kehidupanku, dan pada akhir urusanku di dunia maupun di akhirat,
jauhkanlah perkara ini dariku. Takdirkanlah bagiku sesuatu yang baik, di
mana pun berada, kemudian ridlailah diriku”.
Keempat,
mintalah saran dan pendapat dari orang tua. Karena, ridhanya Allah
bergantung pada ridhanya orang tua, murkanya Allah bergantung pada
murkanya orang tua. Jangan sampai kita berjodoh dan menikah dengan orang
yang keliru, apalagi tidak direstui oleh orang tua. Maka, sekali lagi,
menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua harus menjadi prioritas.
Kelima,
pilihlah jodoh dengan kriteria; agama, nasab, finansial, dan parasnya.
Seseorang yang dengan kriteria seperti ini memang banyak, namun begitu
kita tidak boleh terpedaya oleh hal itu semua. Jadi, cukuplah pilih
agamanya, jika nasab, finansial, dan parasnya terlalu atau malah
menyulitkan. Dan yang sangat penting, selain dari keempat kriteria itu
adalah “orang yang mau menerimamu apa adanya”. Jika, sudah yakin, bismillah, jalani dengan penuh tawakal. “Sesungguhnya
Allah Swt tidak melihat pada bentuk - bentuk (lahiriah) dan harta
kekayaanmu, tapi Dia melihat pada hati dan amalmu sekalian.”, begitu kata hadits sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Satu
hal yang juga tidak kalah penting adalah tentang beberapa tanda bahwa
seseorang tersebut adalah jodoh yang terbaik bagi kita. Adalah—wallahu ‘alam—mungkin ini yang disebut dengan pacaran yang sehat dan sesuai dengan tuntunan Islam. Pertama,
jika kita melihat parasnya dalam sekejap, pandangan mata seakan ingin
terus tertunduk malu, lantaran cahaya tulusnya begitu mencerahkan pikir
dan hati. Kedua, rasa takut akan dosa dan maksiat seakan menjadi pengingat tersendiri, jika kita bersamanya. Ketiga, tak ada istilah pegang-pegangan tangan, jalan berdua, mojok berdua, (maaf) berciuman, apalagi berbuat zina. Keempat,
setiap tutur dan akhlak lainnya mengandung magma motivasi yang dahsyat,
yang dapat mengantarkan keduanya semakin mendekatkan diri kepada Allah,
agar terlindungi dari segala hal yang menjerumuskan kepada keburukan.
Insya Allah ini beberapa hal ini adalah tanda jika dia adalah jodoh yang
baik untukmu.
Kemudian
soal jodoh laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik ataupun
sebaliknya, selain karena hal ini logis, juga karena hal ini telah
digariskan oleh al-Qur’an tuntunannya. Dengan ketentuan semacam ini,
terkadang hal ini menyulut emosi bagi sebagian orang, dengan nada
mempertanyakan; “Mengapa jodoh laki-laki yang baik untuk perempuan yang
baik? Lalu, bagaimana nasib orang yang buruk? Apakah tidak sebaiknya
orang baik itu berjodoh dengan yang buruk, agar keburukannya bisa
dirubah menjadi kebaikan?. Tidak mudah memang menjawab serentetan
pertanyaan ini.
Dan, wallahu ‘alam, hanya Allah yang tahu
secara pasti jawabannya. Hanya saja untuk sekedar menjawab, saya punya
pandangan bahwa bukan satu hal yang mustahil bagi Allah jika orang yang
baik berjodoh dengan orang buruk. Atau bisa jadi, seseorang yang tadinya
buruk, tetapi setelah ia bertemu dengan jodohnya ia sadar dan diberikan
hidayah oleh Allah untuk menjadi baik. Bisa juga, hal ini merupakan
pengingat kepada kita, bagi yang masih buruk akhlaknya, untuk bisa
memperbaiki keburukannya itu dan merubahnya melalui taubat dengan
sungguh-sungguh dan kebaikan, sebelum beranjak kepada pernikahan, atau
juga mumpung ruh kita belum dicabut dengan kematian.
Demikian,
mudah-mudahan tulisan sederhana ini bisa menginspirasi dan menjawab
kegalauan sahabat-sahabat muda yang kerap dirundung rasa khawatir untuk
tidak kebagian jodoh. Atau sebagai bentuk pertaubatan bagi siapa saja
yang telah melakukan hal yang bertentangan dengan tuntunan Islam, agar
kembali ke jalan yang diridhai Allah. Semoga sahabat-sahabat semua
dipertemukan dengan jodoh terbaiknya masing-masing.
Posting Komentar