BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan
dan keragaman. Konsep kesetaraan (equity)
bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan substantif. Pada pendekatan
formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku,
baik berupa undang-undang, maupun norma, sedangkan pendekatan substantif
mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran atau output, maupun proses
terjadinya kesetaraan.
Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status, hirarki sosial,
dan berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta
persamaan-persamaan. Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar
terjadi pada kehidupan dan kebudayaan umat manusia. Makhluk hidup yang ada
dunia ada beragam jenis bentuknya seperti manusia. Manusia juga memiliki
keragaman salah satunya bisa dilihat dari jenis kelamin yaitu pria dan wanita.
Tetapi dalam suatu kasus yang sekarang, terjadi ketidak jelasan antar status
jenis kelamin yang dia memiliki. Contohnya dia seorang laki-laki tetap dalam
jiwanya dia memiliki jiwa wanita
maupun kasus
sebaliknya. Dan ada juga orang memiliki dua jenis kelamin yang tidak jelas
apakah status kelaminnya yang sebenarnya. Hal tersebut membuat mereka berbeda
dengan yang lainya. Mereka dianggap tidak normal dan berbeda dengan yang
lainnya. Walaupun mereka berbeda dengan pria dan wanita normal tetapi sebagai
warga negaranya. Mereka memiliki hak dan kewajiban untuk negaranya, terutama Hak
Asasi Manusia. Seorang Waria memiliki HAM yang sama dengan pria dan wanita normal lainya, walaupun di mata masyarakat dia dianggap
tidak jelas dengan status yang dimiliki dan menjadi bahan cemooh serta dapat
dikucilkan oleh lingkungan.
Dari kasus di atas menjelaskan bahwa seseorang yang tidak jelas dengan status
kelaminnya disebut transgender atau transseksualisme yang merupakan suatu
gejala ketidak puasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara
bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan
alat kelamin yang dimilikinya. Dari penjelasan diatas maka disusunlah sebuah
makalah berjudul “transgender”. Hal
ini disusun untuk membahas bagaimana tanggapan
masyarakat dengan perbedaan yang terjadi dan sikap masyarkat yang memiliki kesetaraan hak dan kewajiban sebagai
seorang manusia dan sebagai warga negara. Serta melakukan perubahan tanpa harus terjadinya
pemaksaan yang dapat menimbulkan tindakan yang tidak baik.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan transgender dalam
kehidupan sehari-hari?
2. Faktor-faktor
apa sajakah yang mendorong seseorang melakukan transgender?
3. Bagaimanakah dampak
dan pandangan masyarakat terhadap kasus transgender?
4. Bagamanakah pandangan
menurut kaidah sosial dan agama terhadap kasus transgender?
C. Tujuan
1. Mahasiswa
dapat mengetahui mengenai transgender dalam kehidupan sehari- hari.
2. Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan transgender.
3. Mahasiswa
dapat mengetahui dampak dan pandangan masyarakat terhadap kasus
transgender.
4. Mahasiswa dapat mengetahui pandangan
menurut kaidah social dan agama terhadap kasus transgender.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transgender
Transgender adalah
istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa,
berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka
lahir. "Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari orientasi seksual orangnya. Orang-orang
transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual,
biseksual, panseksual, poliseksual,
atau aseksual.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga
sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk
fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat
kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya
dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia
syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi
transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Tanda-tanda transgender atau transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara
lain:
1.
Perasaan tidak nyaman dan tidak puas
dengan salah satu anatomi seksnya;
2.
Berharap dapat berganti kelamin dan
hidup dengan jenis kelamin lain;
3.
Mengalami guncangan yang terus menerus untuk
sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress;
4.
Adanya penampilan fisik interseks atau
genetik yang tidak normal;
5.
Dan dapat ditemukannya kelainan mental
semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology
(1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan
diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku
negativisme.
Salah satu akibatnya trangender muncullah istilah waria yaitu wanita pria.
Waria adalah seorang pria yang secara psikis merasakan adanya ketidakcocokan
antara jati diri yang dimiliki dengan alat kelaminnya, sehingga akhirnya
memilih dan berusaha untuk memiliki sifat dan perilaku lawan jenisnya yaitu
wanita. Fisik mereka laki-laki namun cara berjalan, berbicara dan dandanan
mereka mirip perempuan.
Orang yang secara genetik mempunyai potensi penyimpangan ini dan apabila
didukung oleh lingkungan keinginannya sangat besar untuk merubah diri menjadi
waria. Misalnya ada laki-laki yang tidak percaya diri atau tidak nyaman bila
tidak berdandan atau berpakain wanita. Selain itu, faktor lingkungan juga
sangat mempengaruhi yaitu faktor ekonomi misalnya. Awalnya hanya untuk
mendapatkan uang tapi lama-kelamaan jadi keterusan.
B. Faktor-faktor yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Transgender
Adapun penyebab terjadinya transgender
dapat diakibatkan oleh 2 faktor yaitu :
1.
Faktor bawaan (hormon dan gen) atau
Transseksualisme
Suatu jenis ekstrem dari gender
dysphoria disebut transseksualisme.
Pada transseksualisme terdapat
ketimpangan atau ketidaksesuaian antara jenis kelamin biologis dengan identitas
gender akibat kelainan gen/hormon atau pengaruh lingkungan. Sebagai suatu
fenomena ekstrem, J.P. Chaplin dalam Dictionary
of Psychology (1981) menyatakan bahwa penderita transseksualisme memiliki beberapa kriteria khusus sebagai berikut.
·
Merasa tidak nyaman akan kelamin biologis dirinya.
·
Merasa terganggu secara berkelanjutan
selama ≥ 2 tahun dan tidak hanya pada saat stres.
·
Memiliki kelainan genetis dan/atau
congenital sex hormone disorders.
·
Tidak memiliki kelainan mental (misal: schizophrenia).
·
Berkeinginan untuk membuang/menghilangkan alat kelamin yang dimilikinya
dan hidup dengan jenis kelamin berlawanan.
Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor
yang ada dalam diri individu karena ada masalah antara lain dalam susunan
kromosom, ketidakseimbangan hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf
otak. Berkaitan dengan poin terakhir pada ciri transseksualisme, pada masa lampau perkembangan teknologi yang ada
masih belum memberi keleluasaan penggantian gender. Namun, dengan teknologi
yang telah ada sekarang, penggantian gender telah dapat dilakukan, bahkan
hingga penggantian organ kelamin. Berikut berbagai macam penggantian
transgender:
Ø Gender-Reassignment
Gender
reassignment merupakan suatu proses atau mekanisme perubahan gender. Metode ini banyak
ditempuh oleh kaum transseksual untuk memenuhi hasrat dan ketidaknyamanannya
atas gender yang dimilikinya sejak semula. Proses ini tidak merupakan
tahapan-tahapan yang bebas dilakukan oleh siapapun yang menginginkan perubahan
gender. Tahap ini harus didahului oleh wawancara klinis oleh tim ahli terhadap
pasien yang diduga menderita transseksualisme dan berkeinginan untuk beralih
gender. Tahap kedua proses ini adalah pemeriksaan fisik oleh dokter yang
terpercaya. Dalam tahap ini, pemeriksaan kelainan genetis dan hormonal
merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Hasil positif kedua tahap ini
dilanjutkan dengan evaluasi psikologis untuk melihat beberapa hal penting
sebagai berikut.
·
Ketiadaan kelainan mental.
·
Motivasi pasien untuk berganti gender.
·
Kesediaan pasien untuk menerima segala kondisi dan konsekuensi akibat
pengubahan gender.
Ketiga
tahap pendahuluan di atas merupakan upaya deteksi dan justifikasi legal adanya
fenomena transseksualisme dalam suatu
individu. Jika hasil evaluasi pada ketiga tahap tadi adalah positif, maka
secara medis, gender-reassignment
boleh dilakukan.
Gender-reassignment
sendiri secara umum dilakukan dalam 2 tahapan utama. Pertama, dilakukan cross-gender hormones treatment.
Pemberian hormon dari jenis kelamin yang berlawanan ini biasanya dilakukan
selama 2 tahun untuk mengkondisikan fisiologis pada pasien. Setelah dianggap
siap, maka dilakukan sex-reassignment
surgery.
Ø Sex-Reassignment
Surgery
Sex
reassignment surgery merupakan suatu prosedur operasi medis pengubahan organ kelamin antar
jenis kelamin. Tujuan sex reassignment
surgery adalah sebagai berikut.
·
Perbaikan organ kelamin yang tidak sempurna.
·
Penghilangan salah satu kelamin pada kasus kelamin ganda.
·
Transseksual
2.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang
salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah
laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma,
trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus
transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis
kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki
kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan
lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah
sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.
C. Dampak dan Pandangan Masyarakat Terhadap Kasus
Transgender
1. Dampak Menjadi Transgender
Telah kita ketahui faktor seseorang menjadi
transgender yaitu terdiri dari dua
faktor yaitu faktor gen atau bawaan dan faktor luar atau lingkungan. Semua itu
disebabkan oleh faktor tersebut, karena kita yakin bahwa semua orang yang
bersifat trangender atau transeksual tidak menginginkan ini terjadi. Seorang
waria pasti berkata bahwa dia tidak meminta di lahirkan sebagai waria dengan
mendandani diri seperti wanita, ia mendapatkan kenikmatan batin yang begitu
dalam, ia seolah berhasil melepas beban psikologi yang selama ini masih
memberatkannya. Sehingga kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya kepada orang
yang mengalami kasus trangender tetapi kita harus bersama-sama menyikapinya
dengan baik.
Pada umumnya seseorang yang
berbeda atau tidak normal dianggap berbeda dan tidak bisa masuk dalam kelmpok
yang sama, karena meraka dianggap memiliki perbedaan yang membuat orang
memandanya itu tidak layak untuk hidup berdampingan. Biasanya mereka dikucilkan
dari lingkungan dan dijadikan bahan pembicaraan atau dicemooh oleh masyarakat
sekitar. Bahkan mereka dianggap dapat membawa pengaruh negative untuk
lingkungan masyarakat.
2.
Pandangan Masyarakat
Kita ketahui kebanyakan masyarakat
memandang seorang yang terkait kasus transgender memiliki pandangan negative, karena meraka
menggangap bahwa seorang transgender itu telah mengubah kodrat yang diberikan
Tuhan sejak lahir dan itu merupakan larangan agama. Memang ini sangat dilarang oleh agama dan sangat
bertentangan apalagi sampai mengubah atau mengoperasi alat kelamin. Adapun
hukum operasi kelamin dalam syariat Islam harus diperinci persoalan dan latar
belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga bentuk operasi kelamin
yaitu: (1) Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang
yang sejak lahir memiliki kelamin normal; (2) Operasi perbaikan atau penyempurnaan
kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin,
seperti zakar (penis) atau vagina yang tidak berlubang atau tidak sempurna.;
(3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap
orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin (penis dan vagina)
Pertama:
Masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya
yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang
dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh
syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai
dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional
II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa
MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis
kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Kedua:
Operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan)
dan bukan penggantian jenis kelamin menurut para ulama diperbolehkan secara
hukum syariat. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi
untuk mengeluarkan air seni dan mani baik penis maupun vagina, maka operasi
untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga
menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu
penyakit yang harus diobati.
Ketiga : Apabila seseorang
mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan juga vagina, maka untuk
memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat
kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan
salah satu alat kelaminnya.
operasi kelamin.
D. Pandangan Menurut kaidah Sosial dan agama terhadap kasus transgender
Terdapat berbagai pandangan mengenai transseksualisme dan sex
reassignment surgery yang merupakan ujung gender-reassignment. Berikut adalah penjelasan pandangan dari sisi
sosial, agama, hukum dan medis (kedokteran).
1. Kaidah Sosial
Dari sisi sosial, masyarakat dapat
dikatakan terbagi ke dalam jenis kaum esensalisme
dan kontruksionisme. Menurut
pandangan esensalisme,
transseksualisme merupakan sesuatu yang berjalan di luar kewajaran dan hal
tersebut dianggap tidak benar. Kaum transseksual sendiri dianggap membawa
keburukan. Menurut pandangan kaum konstruksionisme,
transseksual juga merupakan bagian dari masyarakat. Kelompok ini lebih bersifat
terbuka dengan melandaskan tindakannya kepada Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka
membuat beragam peraturan terkait kaum transseksual sebagai bentuk perlindungan
atas ketidakadilan.
2. Kaidah Agama
a)
Agama Protestan
Menurut
ajaran protestan, transseksualisme
dianggap sebagai dosa karena cenderung menolak ketetapan Tuhan. Namun, hal ini
dianggap sebagai fenomena yang terjadi bukan karena Tuhan yang menciptakan
orang-orang seperti itu, melainkan karena manusia sudah berdosa sejak semula
(konsep dosa awal). Menurut pandangan ajaran ini juga, orang transseksual bisa
percaya kepada Tuhan Yesus sama seperti orang berdosa lainnya. Karena itulah
tidak ada alasan bagi orang berdosa untuk menghina dan menjauhi sesama orang
berdosa. Artinya, meskipun termasuk kaum berdosa, tidak ada pembenaran bagi
umat protestan untuk menghina kaum transseksual.
“Besi menajamkan besi, orang menajamkan
sesamanya” (Amsal 27:17). Menurut interpretasi atas ayat ini, meskipun transseksualisme bukanlah bahan ejekan
dan hinaan, adalah tidak bijak bagi masyarakat untuk memberi celah bagi kaum
transseksual untuk membentuk kelompok besar apalagi jika sampai mendapat
pembenaran dan dukungan dari kalangan gereja.
b)
Agama Katolik
Ajaran katolik memiliki pandangan yang
serupa dengan ajaran protestan dalam memandang transseksualisme. Menurut KGK
2297, penggantian kelamin dianggap melanggar
penghormatan terhadap integritas tubuh manusia. Menurut KGK 369, pria dan
wanita lah diciptakan, artinya, dikehendaki
Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan
di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. “Kepriaan” dan “kewanitaan” adalah sesuatu yang baik dan dikehendaki
Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang,
yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya (Bdk Kej
2:7.22).
c)
Agama Hindu
Ajaran hindu memandang keberadaan 3 (tiga) jenis kelamin, yaitu pums-prakriti (pria), stri-prakriti (perempuan), tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis
seks ketiga ini terdiri dari shanda
(male to female) dan shandi (female
tomale). Karena adanya pengakuan, pemilik tritiya
prakriti diijinkan hidup bebas dan terbuka. Contohnya dalam kisah Baratayudha terdapat masa dimana Arjuna
berperan sebagai Brihannala. Dengan begitu, operasi pergantian kelamin pun
bebas dilakukan.
d)
Agama Budha
Ajaran Budha merupakan ajaran yang menjunjung tinggi
toleransi. Lebih dari itu, ajaran Budha juga menyimpan akar kebudayaan Hindu
yang menguasai jenis kelamin ketiga. Siapapun yang telah banyak mengembangkan
kebajikan dengan badan, ucapan dan juga pikiran, setelah meninggal dunia mempunyai
kesempatan terlahir di alam bahagia tanpa terpengaruh oleh jenis kelamin
Meskipun begitu, dalam tripitaka
dinyatakan bahwa seorang waria tidak berhak ditasbihkan sebagai bhiksu atau
bhiksuni.
e)
Agama Islam
Dalam Islam, kita dapat melihat pandangan akan transseksualisme dari beberapa dasar berikut:
“Wahai manusia!
Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan …” (QS. Al-Hujurat: 13)
“… dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah …”
(QS. An-Nisa: 119)
“Allah mengutuk
laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad)
Menurut konsep ini, Allah menciptakan
laki-laki dan perempuan, tidak ada jenis kelamin ketiga. Pengubahan jenis
kelamin dianggap sebagai pengubahan atas ciptaan Allah sebagaimana titah setan
yang tertulis dalam Q.S. An-Nisa: 119. Bahkan, Allah mengutuk individu yang
berpenampilan dan bertindak menyerupai anggota jenis kelamin lain.
Bagi manusia yang memiliki kecenderungan psikologis ke arah transseksualisme maupun jenis kelainan
gender yang lain, haruslah ditangani melalui terapi spiritual dan psikologis,
bukan dengan mengubah ciptaan Allah. Operasi kelamin sendiri, diharamkan bagi
tujuan transseksualisme pada pemilik
kelamin normal sejak lahir (Munas II MUI 1980). Operasi kelamin yang
diperbolehkan adalah operasi untuk perbaikan atau penyempurnaan kelamin dan
operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Transgender adalah istilah yang
digunakan untuk mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau
terlihat berbeda dari jenis kelamin yang ditetapkan saat mereka lahir.
"Transgender" tidak menunjukkan bentuk spesifik apapun dari orientasi seksual orangnya. Orang-orang
transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual,
biseksual, panseksual, poliseksual,
atau aseksual.
2. Faktor-faktor
yang Mendorong Seseorang Untuk Melakukan Transgender, yaitu :
a. Faktor bawaan (hormon dan gen) atau Transseksualisme
Faktor
genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu karena ada
masalah antara lain dalam susunan kromosom, ketidakseimbangan hormon, struktur
otak, kelainan susunan syaraf otak. Adapun beberapa macam penggantian transgender:
1) Gender reassignment merupakan suatu proses atau mekanisme perubahan gender. Metode ini banyak
ditempuh oleh kaum transseksual untuk memenuhi hasrat dan ketidaknyamanannya
atas gender yang dimilikinya sejak semula.
2)
Sex reassignment surgery merupakan suatu prosedur operasi medis
pengubahan organ kelamin antar jenis kelamin.
b.
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya
pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki
berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual
yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
3.
Dampak dan pandangan
masyarakat terhadap kasus transgender, yaitu:
a.
Dampak Menjadi Transgender dan Waria
Seorang transgender yaitu dalam kasus
waria msih memiliki kendala seperti diskriminasi yang mencederai hak waria
sebagai warga negara misalnya mencari pekerjaan. Dan mereka pun juga dianggap
sampah masyarakat.
b.
Pandangan Masyarakat
Kita ketahui kebanyakan masyarakat
memandang seorang yang terkait kasu transgender seperti waria memiliki pandangan
negative, karena meraka menggangap bahwa seorang transgender itu telah mengubah
kodrat yang diberikan Tuhan sejak lahir dan itu merupakan larangan agama.
4.
Pandangan dari segi agama dan sosial
terhadap kasus transgender, yaitu :
a. Dari segi agama
Menurut Agama Islam, Kristen dan Protestan tidak
memperbolehkan adanya kelamin ketiga atau
transgender, karena dalam ajaran agama tersebut hanya ada jenis kelamin
laki-laki dan perempuan. Sedangkan agama Budha dan Hindu memperbolehkan adanya tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks ketiga ini terdiri dari shanda (male to female) dan shandi
(female tomale). Karena adanya pengakuan, pemilik tritiya prakriti diijinkan hidup bebas dan
terbuka.
b.
Dari segi sosial
Masyarakat dapat dikatakan terbagi
ke dalam jenis kaum esensalisme dan kontruksionisme. Menurut pandangan esensalisme, transseksualisme merupakan
sesuatu yang berjalan di luar kewajaran dan hal tersebut dianggap tidak benar.
Kaum transseksual sendiri dianggap membawa keburukan. Menurut pandangan kaum konstruksionisme, transseksual juga
merupakan bagian dari masyarakat. Kelompok ini lebih bersifat terbuka dengan
melandaskan tindakannya kepada Hak Asasi Manusia (HAM).
B.
Saran
Sebagai makhluk Tuhan hendaklah
saling menghargai kehidupan orang yang memiliki perbedaan, karena pada
prinsipnya seorang yang berbeda tidak meminta ketidak normalan yang terjadi
pada tubuhnya tetapi, sikap psikologisnya yang mempengaruhinya. Dan mereka memiliki Hak Asasi Manusia yang sama
dimata negaranya.
Dari pandangan agama seorang yang memilih untuk
transgender hingga sampai mengoperasi kelamin tidak diperbolehkan atau
dilarang. Untuk membuat seorang menyadari kesalahnnya sebaiknya kita melakukan
pendekatan atau pengayoman, menjauhi mereka, karena perubahan tidak terjadi
secara langsung tetapi bertahap.
Posting Komentar