Garis pantai di utara Pulau Jawa terus mundur dengan
tingginya laju abrasi akibat kerusakan di kawasan pesisir. Untuk itu,
penyelamatan harus dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan semua
pihak.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro, Semarang, Johannes Hutabarat, akhir pekan lalu memaparkan
hal itu dalam lokakarya "Kebijakan Pembangunan di Darat dan Dampaknya
terhadap Pesisir Laut" di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Ia menjelaskan, kemunduran garis pantai
tertinggi terjadi di Sayung, Demak, yaitu 175 meter sejak 2010 hingga
pertengahan 2014. Bahkan, sebuah desa tenggelam akibat abrasi. Angka
kemunduran garis pantai yang tinggi juga terjadi di Pemalang, yakni 107
meter, dalam kurun waktu sama.
Di daerah lain, garis pantai rata-rata mundur 50 - 80 meter.
Kerusakan
pesisir memengaruhi ekosistem laut. Luasan ekosistem terumbu karang di
Jateng turun dari 1.377,18 hektare pada 2011 menjadi 987,62 hektare pada
2012. Dari jumlah itu, terumbu karang yang dalam kondisi baik hanya 404
hektare dan luasan yang rusak 577 hektare. Sisanya dalam kondisi
sedang.
Menurut Johannes, kerusakan akibat pembangunan yang
mengabaikan lingkungan. Reklamasi di Kota Semarang, misalnya, berdampak
besar terhadap abrasi di pesisir Demak.
Karena itu, perlu
penanganan darurat dengan melibatkan perusahaan yang telajur punya
kawasan pesisir. "Yang bisa dilakukan adalah membangun alat pemecah
ombak dari ranting mangrove," ujarnya.
Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Jawa Tengah Heru Setiadi menyebutkan, abrasi
tertinggi terjadi di Kabupaten Brebes seluas 2.115 hektare, diikuti
Demaik 1.016 hektare, dan Rembang 852 hektare. Total abrasi di Jateng
6.566 hektare dan ada sedimentasi 12.585 hektare.
Tak hanya di pulau jawa, abrasi juga terjadi di pulau sumatera, salah satunya Bengkulu. Laju abrasi di Bengkulu mencapai 2,5 meter pertahunnya.
Perubahan iklim yang berakibatkan laju abrasi menggila merupakan
ancaman tersembunyi yang serius bagi kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Demikian sepenggal pernyataan dari Hery Suhartoyo,
staf pengajar Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Suara
bariton Hery semakin bersemangat ketika ia memberikan argumentasinya,
Perubahan iklim dan laju abrasi menurut dia satu kesatuan yang tak
terpisahkan dalam proses pemecah kedaulatan NKRI dari sisi geografi.
"Dapat
diprediksi jika daratan terus tergerus akibat hantaman ombak, seperti
Bengkulu, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) akan semakin mengecil ke daratan,
ini berpengaruh sangat signifikan namun tak terasa, Pulau terluar
Bengkulu, yakni Enggano juga ikut tergerus," kata Hery saat di jumpai di
ruang kerjanya.
Dia mengungkapkan, hasil riset yang pernah ia
lakukan pada 2013. Bengkulu memiliki garis pantai sepanjang 525
kilometer ditempati enam kabupaten dan satu kota mengalami laju abrasi
cukup akut. Laju abrasi di pesisir Bengkulu per tahunnya mencapai 2,5
meter.
"Persoalan ini sebenarnya tidak saja terjadi di Bengkulu
tetapi membentang dari Lampung hingga Aceh, ini ancaman yang harus
diantisipasi, ini problem karena Bengkulu berada di wilayah pantai barat
berhadapan langsung dengan Samudera Hindia," tambahnya.
Saat ini,
frekuensi hujan dan badai tak dapat lagi diprediksi akibat pemanasan
global yang mempengaruhi sistem iklim, hal ini terjadi sejak lima hingga
10 tahun ke belakang. Demikian juga dengan volume air laut yang terus
bertambah akibat mencairnya es di beberapa wilayah dunia, kondisi ini
menurutnya berkontribusi besar pada abrasi.
Rafly Kaitora, seorang
Kepala Suku di Pulau Enggano, pulau terluar Bengkulu menceritakan,
pulau yang memiliki luasan berkisar 40 hektare dengan jumlah penduduk
berkisar 3.000 jiwa itu juga ikut tergerus abrasi.
"Setahun laju
abrasi mengikis daratan Enggano mencapai satu meter, jumlah itu terus
bertambah setiap tahun sehingga ancaman hilangnya pulau ini jelas
terjadi," bebernya.
Ditegaskan dia, penyelamatan Pulau Enggano
sebagai pulau terluar Bengkulu wajib dilakukan oleh masyarakat dan
pemerintah jika tidak, luas daratan Enggano akan tergerus oleh naiknya
permukaan air laut dan laju abrasi.
Saat ini terdapat dua pulau
kecil di dekat Enggano hilang yakni Pulau Bangkai dan Pulau Satu— akibat
abrasi dan naiknya permukaan air laut, kedua pulau tersebut merupakan
pulau terluar tempat dimana ZEE mulai dihitung hingga sejauh 200 mil ke
tengah laut.
Setali tiga uang dengan Hery Suhartoyo, Rafly
Kaitora, Direktur Eksekutif Walhi Bengkulu, Benny Ardiansyah menyebutkan
rata-rata per harinya laju abrasi di kawasan pesisir daerah itu
mencapai 10 sentimeter hingga 30 sentimeter per hari, kecepatan abrasi
juga terjadi jika terdapat aktivitas pertambangan dan kerusakan di
wilayah pesisir.
"Kecepatan abrasi akan signifikan terjadi bila di
sebuah kawasan terdapat aktivitas perusakan bibir pantai seperti
tambang pasir dan batu," kata Benny. Sepanjang 525 kilometer panjang
pesisir Bengkulu dari data yang dimiliki Walhi setidaknya terdapat 128
desa bermukim memanjang mulai dari Kabupaten Mukomuko berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Barat, hingga Kabupaten Kaur berbatasan dengan
Provinsi Lampung.
Koordinator Kebencanaan Woman Crisis Center
(WCC) Cahaya Perempuan, Bengkulu, Nurcholis Sastro, mengungkapkan,
secara ekstrem pada tahun 2040 sedikitnya 20 desa di kawasan pesisir
daerah itu diprediksi akan menghilang akibat laju abrasi yang sangat
tinggi.
"Saat ini jarak bibir pantai dengan permukiman penduduk
sudah sangat dekat, bahkan ada beberapa rumah yang tepat berada di bibir
pantai," kata Nurcholis.
Tidak saja mengancam permukiman warga,
jalan milik negara yang memanjang pantai ikut menjadi korban keganasan
abrasi, kejadian terbaru adalah jalur llintas Bengkulu-Sumatera Barat
tepatnya di Desa Serangai, Kecamatan Batik Nau, Kabupaten Bengkulu Utara
ambles sepanjang 20 meter dengan kedalaman berkisar dua meter,
mengakibatkan kemacetan hingga ratusan meter kendaraan.
Jalan tersebut merupakan peralihan dari jalan lama yang habis dikikis abrasi, hanya dipindahkan sekitar 500 meter dari jalan lama, namun lagi-lagi ambles padahal pembangunan belum genap enam bulan.
Tahan laju abrasi
Jalan tersebut merupakan peralihan dari jalan lama yang habis dikikis abrasi, hanya dipindahkan sekitar 500 meter dari jalan lama, namun lagi-lagi ambles padahal pembangunan belum genap enam bulan.
Tahan laju abrasi
Hery
Suhartoyo hanya memberikan tips sederhana untuk menahan laju abrasi
yang terus menggerus Bengkulu, bahkan lebih jauh Pulau Sumatera.
Pertama, pesisir laut lepas seperti Bengkulu harus diperbanyak penanaman vegetasi pantai, jika terdapat sungai dan lumpur maka tanaman mangroove adalah pilihan tepat. Langkah ini meski masih terbatas dilakukan namun telah mulai tumbuh dalam kesadaran masyarakat.
Kedua, jika tak terdapat lumpur maka tanaman pohon cemara laut, waru dan ketapang merupakan tanaman yang baik sebagai penahan laju angin dan pengikat tanah di pesisir pantai.
Walhi Bengkulu, memberikan masukan agar adanya kebijakan lintas provinsi dalam upaya penyelamatan Pulau Sumatera karena persoalan abrasi akut yang terjadi di pesisir Bengkulu merupakan ancaman bersama bagi keberadaan Sumatera termasuk penyelamatan pulau terluar.
Pertama, pesisir laut lepas seperti Bengkulu harus diperbanyak penanaman vegetasi pantai, jika terdapat sungai dan lumpur maka tanaman mangroove adalah pilihan tepat. Langkah ini meski masih terbatas dilakukan namun telah mulai tumbuh dalam kesadaran masyarakat.
Kedua, jika tak terdapat lumpur maka tanaman pohon cemara laut, waru dan ketapang merupakan tanaman yang baik sebagai penahan laju angin dan pengikat tanah di pesisir pantai.
Walhi Bengkulu, memberikan masukan agar adanya kebijakan lintas provinsi dalam upaya penyelamatan Pulau Sumatera karena persoalan abrasi akut yang terjadi di pesisir Bengkulu merupakan ancaman bersama bagi keberadaan Sumatera termasuk penyelamatan pulau terluar.
Panjang Garis Pantai Indonesia Capai 99.000 Kilometer
Data dasar rupabumi wilayah Indonesia yang berlaku ternyata tak
sesuai hasil survei di lapangan. Badan Informasi Geospasial (BIG)
menyebutkan, total panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093
kilometer.
Data baru itu merujuk hasil telaah teknik pemetaan Tim
Kerja Pembakuan Nama Pulau, Perhitungan Garis Pantai dan Luas Wilayah
Indonesia. Data ini melebihi panjang yang diumumkan PBB pada tahun 2008
lalu — 95.181 kilometer. Atau bahkan dari angka yang sering dipergunakan
berbagai pihak sebelumnya — 81.000 kilometer.
Kepala BIG Asep
Karsidi, menyatakan, tim kerja tersebut anggotanya dari
lintas instansi. Sesuai ketentuan PBB, pengukuran panjang garis pantai
dilakukan pada tinggi muka laut rata-rata. Maka data itu bisa berubah
sejalan waktu atau diperbaharui berdasar hasil survei terbaru.
Menurut
Kepala Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai BIG, Tri
Patmasari, survei dilakukan tim kerja setiap tahun dalam rangka
pembuatan peta lingkungan pantai Indonesia. Hasilnya yang berupa
penamaan rupabumi lalu dilaporkan di dalam sidang United Nations Group
of Experts on Geographical Names tiap dua tahun sekali.
Sementara
jumlah pulau di Indonesia pun ikut diumumukan lagi, yaitu sebanyak
13.466 pulau. Ini berdasarkan survei toponimi Tim Nasional Pembakuan
Nama Rupabumi tahun 2007-2010. Survei pemetaan ini mengacu pada standar
pengukuran dan definisi pulau yang ditetapkan oleh PBB: Pulau adalah
objek yang masih tampak saat air laut pasang.
Baca juga : "2.000 Pulau Indonesia Lenyap?"
-National Geographic Indonesia
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/09/garis-pantai-terus-mundur
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/terbaru-panjang-garis-pantai-indonesia-capai-99000-kilometer
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/01/abrasi-efek-perubahan-iklim-ancaman-tersembunyi-kedaulatan-nkri
Posting Komentar