Riwayat Hidup Ir. Soekarno
Beliau dilahirkan di Surabaya pada
tanggal 6 Juni 1910 dan pada usianya yang ke 69, sosok penggali pancasila ini
meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto,
Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970. Ayahnya Raden Sukemi Sosrohadihardjo, adalah
seorang priyayi rendahan yang bekerja sebagai guru Sekolah Dasar. Ibunya Nyoman
Rai berdarah biru dari Bali dan beragama Hindu. Pertemuan mereka terjadi ketika
Raden Sukemi, yang sehabis menyelesaikan studi di Sekolah Pendidikan Guru
Pertama di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, ditempatkan di Sekolah Dasar
Pribumi di Singaraja, Bali.
Semasa hidupnya, Presiden Soekarno banyak
mendapatkan penghargaan, antara lain penghargaan dari 26 Universita (luar
negeri dan dalam negeri) dan meskipun beliau sudah meninggal dunia, Presiden
Ir. Soekarno, juga tetap mendapat penghargaan sebagai bintang
kelas satu oleh Presiden Afrika Selatan, Thabo Mbeki.
Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno
Sosrodihardjo oleh orangtuanya.Namun karena ia sering sakit
maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.
Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha
yaitu Karna. Nama “Karna” menjadi “Karno” karena dalam bahasa Jawa huruf “a”
berubah menjadi “o” sedangkan awalan “su” memiliki arti “baik”.
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden
R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena
menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda). Ia tetap
menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut
adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang tidak boleh diubah. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Di beberapa negara Barat, nama Soekarno
kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno
pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, “Siapa
nama kecil Soekarno?” karena mereka tidak mengerti kebiasaan
sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau
tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama
Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia,
seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan
bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di
dapatnya ketika menunaikan ibadah haji. Dalam beberapa versi lain, disebutkan
pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat
muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur. Kakeknya adalah seorang pedagang batik, yang secara
tidak langsung membantu penghidupan dari kedua orangtua Soekarno yang pada
waktu itu tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk menghidupi dirinya dan
kakaknya. Kecintaan Soekarno terhadap wayang kulit, mulai tumbuh selama tinggal
bersama kakeknya. Ia sering kali menonton wayang kulit sampai larut malam.
Kesenangannya menonton wayang membuatnya terkesan dengan tokoh Bima
dibandingkan dengan tokoh lain.
Tokoh Bima juga memiliki pengaruh
yang besar dalam sikap dan pandangan politiknya kelak. Sikap nonkooperasi
terhadap musuh-musuhnya, kaum imperialis maupun kaum kapitalis, serta
kesediaannya dalam waktu bersamaan berkompromi dengan sesama rekan
seperjuangannya, meskipun berbeda pandangan praktis dapat dikatakan berasal
dari Bima.
Di Tulung Agung, ia pertama kali
masuk sekolah. Tetapi ia kurang mempergunakan kesempatan sebaik mungkin untuk
belajar. Hal ini disebabkan ia lebih sering melamun tentang kisah perang
Bharata Yudha. Namun, sisi keingintahuan yang besar dan minatnya terhadap
pengetahuan sudah mulai tumbuh pada saat ini. Berkat sifat keingintahuan yang
dimiliki olehnya, Soekarno memiliki wawasan yang lebih luas daripada
teman-teman sebayanya.
Tidak lama kemudian, setelah kedua
orangtuanya pindah ke Sidoarjo dan mendapat jabatan sebagai Kepala Eerste
Klasse School di Mojokerto, di sini, kepandaiannya mulai terlihat
dengan jelas. Mungkin ini disebabkan oleh profesi ayahnya yang juga seorang
guru sehingga dapat mengawasi kegiatan belajar mengajar anaknya secara langsung.
Kemudian, Raden Sukemi memasukkan Soekarno ke Europeesche Lagere School
(E.L.S). Sekolah tersebut didirikan guna memenuhi kebutuhan anak-anak pekerja
di pabrik gula.
Selama bersekolah di sini, Soekarno
merasakan adanya diskriminasi yang diberlakukan kepada kaumnya. Hanya
bumiputera tertentu yang mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan hak istimewa
itu. Mereka yang bukan anak pejabat hanya bisa masuk ketika ada izin khusus
dari residen dan memenuhi syarat-syarat tertentu. Sebelum ia menginjakkan kaki
di tempat tersebut, pada tahun 1913, Soekarno harus mengorbankan waktunya untuk
memperdalam bahasa Belanda pada Juffrow M.P De La Riviera, guru bahasa Belanda
di ELS. Selama bersekolah di ELS Soekarno juga mengalami cinta pertama kepada
seorang gadis Belanda yang bernama, Rikameelhuysen. Tetapi, hubungan mereka
berdua ditentang oleh ayah sang gadis karena melihat kedudukan Soekarno yang
hanya merupakan pribumi. Meskipun, akhirnya hubungan itu putus dan Soekarno
dihina, ia tidak marah karena menganggap hal itu sudah biasa.
Pribadi Soekarno, selain banyak
mendapatkan pendidikan di ELS, ia juga mendapatkan pendidikan dari ayahnya
dengan keras, penuh disiplin, tetapi di sisi lain mengajarkan untuk mencintai
makhluk tak berdaya. Sedangkan dari ibunya, Nyoman Rai, ia mendapatkan pengaruh
mistik dari pemikiran Hindu dan sifat yang lemah lembut serta kasih sayang.
Dari pembantunya Sarinah, sebagaimana diungkapkan oleh Soekarno sendiri, ia
memperoleh pengaruh kemanusiaan dan sikap emansipasif. Ia amat terkesan dan
mengagumi sikap perempuan tersebut. Meskipun ia hanya seorang pembantu, di mata
Soekarno ia adalah perempuan bijaksana dan berbudi luhur.
Setelah menyelesaikan ELS di
Mojokerto, pada tahun 1915, Sukarno ingin melanjutkan pelajarannya
di Hogere Burger School (HBS). Agar Soekarno diterima sebagai siswa
HBS, ayahnya menggunakan pengaruh kawannya untuk memasukkan ke sekolah
tertinggi yang ada di Jawa Timur tersebut. Melalui jasa baik, H.O.S
Tjokrominoto, Soekarno akhirnya diterima di sana. Bahkan tokoh gerakan massa
nasionalis Islam itu memberikan pondokan di kediamannya, walaupun ia tidak
mendapatkan kamar yang baik. Ia menempati sebuah kamar yang gelap tanpa jendela
dan daun pintu. Sebagai penerangan lampu pijar yang menyala sepanjang hari.
Tetapi ia menerima kenyataan tersebut tanpa menggerutu, karena memang tidak ada
kamar lagi dan hanya itulah satu-satunya kamar yang belum terisi dan Soekarno
menjadi penghuninya. Tetapi yang penting bagi ayahnya adalah anaknya dapat
tinggal satu atap dengan “Raja Jawa” yang tak bermahkota.
Alasan dari Sukemi untuk menitipkan
Soekarno kepada Tjokrominoto dijelaskan oleh Soekarno dalam buku biografinya
yang ditulis oleh Cindy Adams (1966), sebagaimana yang diungkap oleh
Soekarno: “Tjokro adalah pemimpin baik dari orang Jawa. Sungguhpun engkau
akan mendapat pendidikan Belanda, aku tidak ingin darah dagingku menjadi
kebarat-baratan. Karena itu kukirim kepada Tjokro orang yang dijuluki Belanda
sebagai Raja Jawa yang tidak dinobatkan. Aku tidak ingin melupakan, bahwa
warisanmu adalah untuk menjadi Karna kedua.”
Selama berada di Surabaya, Soekarno
banyak mendapatkan pengaruh pemikiran barat yang modern. Perpisahan dengan
orangtua dan lingkungan desanya juga memberikan pengaruh positif bagi dirinya.
Soekarno berada di Surabaya selama lima tahun. Selama itu ia tinggal di rumah
Tjokrominoto. Di tempat itulah pendidikan politik Soekarno dimulai dengan
interaksi dengan berbagai pemahaman pemikiran yang ada di sana. Soekarno juga
berkenalan dengan orang-orang beraliran sosialis, seperti Alimin, Muso, dan
Dharsono yang juga mendapat kedudukan penting dalam kepengurusan Sarekat Islam
maupun di dalam keanggotaan Indische School Democratische
Vereeniging (ISDV).
Sebagai remaja yang gelisah, ia
menyalurkan aspirasinya melalui surat kabar Milik Sarekat Islam, Oetoesan
Hindia. Ia Menuangkan Pemikiran Dengan Nama samaran ‘Bima”. Menurut pengakuannya, penggunaan nama samaran itu
dimaksudkan agar ia tidak dimarahi oleh ayahnya, sebab ayahnya akan marah
apabila mengetahui anaknya membahayakan masa depannya sendiri. Memang kata-kata
yang digunakan Soekarno cukup tajam seperti “Hancurkan segera kapitalisme
yang dibantu oleh budaknya, imperialisme. Dengan kekuatan Islam, Insya Allah
itu segera dilaksanakan.” Di samping itu, Soekarno
juga aktif dan melibatkan dirinya dalam organisasi pemuda Tri Koro
Darmo Cabang Surabaya, yang dibentuk pada 1915 sebagai bagian dari
organisasi Budi Oetomo. Kemudian berganti nama menjadi Jong Java pada
1918.
Setelah menyelesaikan pendidikannya
di HBS pada 10 Juni 1921, Soekarno beserta istrinya, Siti Oetari Tjokrominoto,
puteri Tjokrominoto yang dinikahi olehnya pada 1920 atau 1921, meninggalkan
Surabaya menuju Bandung. Di sana ia bersama istrinya berdiam di kediaman Haji
Sanusi, anggota Sarekat Islam dan juga kawan akrab Tjokrominoto. Di tempat itu
pula Soekarno pertama kali bertemu dengan Inggit Garnasih, Isteri Haji Sanusi.
Kota Bandung mempunyai iklim ideologis yang khas jika dibandingkan dengan
kota-kota lain. Jika Sarekat Islam berpusat di Surabaya, maka Semarang dikenal
sebagai pusat pemikiran Marxisme. Kedua kota ini saling mempengaruhi dan saling
berebut pengaruh.
Tetapi Bandung justru menampilkan
watak yang berlainan dengan kedua kota di atas, sebab di kota Bandung telah
berkembang sebuah pemikiran bahwa tujuan pergerakan adalah kemerdekaan penuh
bagi Indonesia. Gagasan-gagasan ini dikembangkan oleh para
pemimpin Indische Partij yang akhirnya mempengaruhi
pemikiran-pemikiran selanjutnya. Akhirnya kota Bandung menampilkan diri sebagai
pusat pemikiran nasionalis sekuler.
Di kota ini, Soekarno berkenalan
dengan tokoh-tokoh nasionalis sekuler, seperti, E.F.E Douwes Dekker, Dr. Tjipto
Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Perkenalan ini telah membawa nuansa baru
dalam berpikir Soekarno. Seperti halnya dalam pendekatan yang diperkenalkan
oleh Douwes Dekker dalam mendekati situasi Hindia Belanda dan bagaimana cara
mengubahnya amat menarik perhatian Soekarno. Pemikiran yang diperkenalkan
tersebut terlihat berbeda dari pemikiran sebelumnya didapat dari tokoh-tokoh
yang ditemuinya.
Dengan bertemunya berbagai tokoh
yang memiliki berbagai aliran pemikiran tentunya membuat pikiran Soekarno
semakin tersusun secara teratur. Di samping itu kesaksiaannya terlihat di depan
matanya. Soekarno melihat di lingkungan Tjokrominoto senantiasa timbul
pertentangan antara Golongan Kanan (Tjokrominoto) dengan Golongan Kiri
(Semaun-Darsono) dalam Sentral Serikat Islam yang berkedudukan di Surabaya.
Pertikaian yang memuncak tersebut berakhir dengan terpecahnya Sarekat Islam
menjadi dua bagian, yakni Sarekat Islam Putih dan Merah. Sarekat Islam Merah,
akhirnya merubah dirinya menjadi Sarekat Rakyat.
Jiwa patriotisme Soekarno tidak
hanya dibentuk melalui figur seorang Tjokrominoto. Sebagaimana diungkapkan oleh
Bob Hering, bahwa adanya interaksi antara Soekarno dan para pengikut aliran
Marxis seperti Muso, Alimin, dan Semaun. Juga para orang-orang sosialisme
radikal Belanda, seperti Coos Hartogh, Henk Sneevliet, dan Aser Baars. Memang jika dipahami, pengaruh Nasionalisme, Islam, dan
Marxisme-Sosialisme sudah memiliki andil yang besar pada diri Soekarno bahkan
pada saat dia muda. Secara jelas, ini dibentuk dari keberadaan Soekarno yang
pada mulanya mendapatkan pendidikan politik di Surabaya.
Pada tahun 1926, Soekarno
mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi ini
merupakan cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan
olehnya pada tahun 1927. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkan dirinya
ditangkap oleh Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan Pledoi atau
Pembelaannya yang fenomenal dengan judul Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan
kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno
bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI.
Akibatnya, Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan
ke Flores. Di sini, Soekarno hampir hilang dan terlupakan oleh tokoh-tokoh
nasional. Namun, semangat dan api perjuangan yang tidak pernah padam senantiasa
membuat Soekarno tetap tegar dalam menghadapi hambatan dalam perjuangan. Ini
terbukti melalui suratnya kepada seorang guru Persatuan Islam bernama Ahmad
Hassan.
Selama menjadi Presiden, Soekarno
banyak memberikan gagasan-gagasan di Dunia Internasional. Keprihatinannya
terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, yang masih belum merdeka, belum mempunyai
hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan Presiden Soekarno, pada
tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di
Bandung dan menghasilkan Dasa Sila Bandung. Tujuan dari KAA adalah untuk
menentang tindakan imperialisme dan kolonialisme yang terjadi di dunia yang
banyak dilakukan oleh negara-negara barat.
JATUHNYA
PEMERINTAHAN SOEKARNO
Situasi politik Indonesia menjadi tidak
menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan
sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965. Pelaku sesungguhnya dari
peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di
dalamnya. Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI
(Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan
Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI
dibubarkan. Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan
dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang
menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat
Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno. Isi dari surat
tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil
tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi
presiden. Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat
menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai
organisasi terlarang. Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu
TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No.
XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk
setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.
Soekarno kemudian membawakan pidato
pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum
ke-IV MPRS. Pidato tersebut berjudul “Nawaksara” dan dibacakan pada 22 Juni 1966.
MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut. Pidato
“Pelengkap Nawaskara” pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun
kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno
menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dengan
ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala
pemerintahan Indonesia. Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun
mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi
dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan
umum berikutnya.
SOEKARNO SAKIT HINGGA MENINGGAL
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak
bulan Agustus 1965. Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal
dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964. Prof. Dr.
K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal
kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan
tradisional. Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada
hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot
Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik. Tanggal 21 Juni 1970
jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam
07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia. Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD
ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi. Sebelum dinyatakan wafat,
pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono
yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan. Tidak lama kemudian
dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar
Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya
dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota Blitar,
Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno. Hal tersebut ditetapkan lewat
Keppres RI No. 44 tahun 1970. Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah
kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.
Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean
sebagai inspektur upacara. Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama
tujuh hari.
PRESTASI SOEKARNO
Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar
Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri. Perguruan
tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara
lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama
Islam Negeri Jakarta. Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat),
Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar
University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang
menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah
meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan
Thabo Mbeki. Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The
Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali,
pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas. Soekarno mendapatkan
penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas
internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi
inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan
diri dari apartheid. Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di
Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati
Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.
Daftar Pustaka :
http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno
http://satriaaditya45.blogspot.co.id/2014/10/makalah-biografi-ir-soekarno.html
1 komentar:
terima kasih infonya sangat membantu.,.,.salam
cvtugu_rentcar
Posting Komentar